Jujur aja, pertama kali saya benar-benar memperhatikan burung kakak tua itu bukan dari dokumenter atau pelajaran Biologi di sekolah. Tapi dari… lagu anak-anak! Iya, lagu “Burung Kakak Tua, hinggap di jendela~” itu yang bikin saya penasaran.
Waktu kecil, saya pikir burung ini cuma khayalan. Tapi begitu lihat dokumenter di TVRI (iya, zaman itu), baru ngeh — oh, ini burung beneran dan cantik banget! Warnanya mencolok, paruhnya kuat, dan matanya tuh… kayak ngerti perasaan kita. Dari situ, saya mulai baca-baca, dan makin kagum. Ternyata, mereka bukan cuma cantik, tapi juga cerdas banget. Bahkan bisa meniru suara manusia!
Tapi ada satu hal yang bikin hati saya nyesek pas baca: populasi mereka makin menurun. Ada banyak jenis kakak tua di Indonesia, tapi banyak juga yang masuk daftar terancam punah. Rasanya miris.
Keindahan Burung Kakak Tua yang Gak Banyak Orang Tahu
Kalau ngomongin burung eksotis ini lah salah satu keindahan burung kakak tua, banyak orang langsung mikirnya ke macaw atau parrot warna-warni dari Amerika Latin. Padahal di Indonesia sendiri, kita punya burung kakak tua jambul kuning (Cacatua sulphurea), kakak tua raja (Probosciger aterrimus) yang besar dan gagah, dan kakak tua maluku yang warnanya lembut dan elegan.
Yang bikin burung ini spesial, bukan cuma bulunya yang cantik. Tapi juga tingkah lakunya. Mereka itu punya emosi, suka main, suka interaksi. Saya pernah ke pusat konservasi di Jawa Tengah, dan lihat langsung seekor kakak tua main lempar tangkap dengan penjaganya.
Dia bisa angkat kaki, taruh bola kecil di paruhnya, dan lempar balik. Nggak semua burung bisa kayak gitu. Tingkat kecerdasannya tuh bikin saya mikir, “Ini kayak punya anak kecil bersayap.”
Dan… suara mereka keras banget, bukan cuma niru kata, tapi juga bisa ekspresif. Tapi ya, inilah yang bikin mereka juga rawan dijadikan peliharaan — dan itu justru jadi masalah besar.
Habitat Asri yang Mulai Terdesak
Habitat animal asli burung kakak tua banyak ditemukan di wilayah timur Indonesia: Nusa Tenggara, Maluku, sampai Papua. Mereka butuh hutan tropis, dengan pohon-pohon besar untuk bersarang dan mencari makan.
Masalahnya? Ya bisa ditebak: deforestasi. Banyak hutan dibabat untuk tambang, sawit, atau permukiman. Belum lagi penebangan liar.
Saya pernah ikut program relawan di Flores. Waktu trekking di hutan, pemandu bilang, “Dulu di sini banyak suara kakak tua, sekarang udah jarang.”
Dan saya ngalamin sendiri, seharian muter, cuma lihat dua ekor dari kejauhan. Itu pun cepat banget terbangnya, mungkin udah terbiasa waspada.
Padahal, mereka nggak bisa hidup sembarangan. Burung kakak tua butuh pohon tua berlubang buat bersarang. Kalau pohon itu ditebang, ya… mereka nggak bisa berkembang biak.
Habitat hilang = populasi turun.
Udah gitu, masih ditambah perburuan ilegal. Mereka dijual ke luar negeri karena dianggap eksotis. Harga satu ekor bisa puluhan juta.
Tapi coba pikir, berapa harga satu spesies kalau hilang dari bumi?
Upaya Pemerintah dalam Menjaga Burung Kakak Tua
Saya akui, dulu saya skeptis. Rasanya pemerintah suka lambat kalau soal konservasi. Tapi ternyata, ada juga beberapa langkah serius yang diambil, dan saya pikir ini harus kita dukung.
Pertama, burung kakak tua masuk dalam satwa dilindungi oleh UU No. 5 Tahun 1990 dan PP No. 7 Tahun 1999. Itu artinya, perburuan dan perdagangan mereka tanpa izin itu ilegal.
Kedua, beberapa jenis kakak tua juga masuk daftar CITES Appendix I, yang artinya dilarang untuk diperdagangkan internasional kecuali untuk tujuan konservasi dan penelitian.
Ada juga program penangkaran dan pelepasliaran yang mulai dijalankan oleh BKSDA dan mitra konservasi. Misalnya, di Taman Nasional Manusela (Maluku), dilakukan monitoring populasi secara rutin.
Yang bikin saya cukup salut adalah pendekatan edukasi masyarakat lokal. Di beberapa daerah, dulu mereka anggap kakak tua cuma “burung rame” yang bisa ditangkap. Tapi sekarang mulai diajak jadi bagian dari perlindungan — bahkan beberapa warga jadi penjaga sarang alami.
Tapi tetap ya, kalau nggak ada dukungan masyarakat luas dan pengawasan ketat, ya percuma. Saya pernah lihat langsung, ada oknum yang ngaku “penangkar” tapi sebenarnya jualan di bawah tangan. Itu harus diusut lebih dalam.
Konservasi Burung Kakak Tua: Lebih dari Sekadar Menjaga Burung
Konservasi bukan cuma soal menyelamatkan satu spesies, tapi menjaga keseimbangan ekosistem.
Burung kakak tua punya peran penting sebagai penyebar biji. Kalau mereka hilang, ada tanaman yang mungkin nggak akan tumbuh lagi. Jadi kalau kita lindungi mereka, artinya kita juga jaga hutan dan lingkungan sekitar.
Saya belajar banyak dari pengalaman ikut konservasi di Sulawesi Tenggara. Di sana, masyarakat diajak ikut jaga wilayah sarang, dan ternyata efeknya nggak cuma ke burung. Tapi juga ke mata pencaharian mereka.
Beberapa desa sekarang mulai eco-tourism kecil-kecilan. Wisatawan datang untuk lihat kakak tua di alam liar, nginep di homestay, beli produk lokal. Artinya? Konservasi itu bisa kasih manfaat ekonomi juga.
Yang penting: harus ada transparansi dan pembagian hasil yang adil. Jangan sampe konservasi cuma jadi “label” sementara masyarakat sekitar tetap kesulitan.
Harapan dan Langkah Nyata yang Bisa Kita Lakukan
Nggak semua orang bisa terjun ke hutan dan jaga burung. Tapi kita tetap bisa bantu. Gimana?
-
Jangan beli burung kakak tua dari pasar ilegal.
-
Dukung organisasi yang bener-bener fokus ke konservasi.
-
Sebarin edukasi, bahkan lewat media sosial atau blog pribadi.
-
Kunjungi tempat-tempat konservasi dan ajak orang lain buat lihat langsung.
Saya pribadi mulai dari hal kecil: nulis. Kayak artikel ini. Karena saya yakin, makin banyak orang yang tahu dan peduli, makin besar kemungkinan spesies cantik ini tetap ada buat generasi selanjutnya.
Saya pengen nanti anak-anak kita bisa lihat kakak tua bukan cuma di buku gambar atau lagu anak-anak, tapi langsung, hidup, bebas, dan… berisik seperti seharusnya.
Peran Penting Burung Kakak Tua dalam Ekosistem
Selain kecantikan dan kelangkaannya, burung kakak tua juga memainkan peran yang tidak kalah penting dalam ekosistem hutan tropis Indonesia. Sebagai burung pemakan biji, mereka membantu menyebarkan biji-biji tanaman ke berbagai area. Dengan cara ini, mereka berkontribusi pada proses regenerasi hutan.
Ketika mereka memakan buah-buahan dari pohon-pohon tertentu, biji-biji tersebut akan dicerna dan dikeluarkan di tempat lain. Ini artinya, mereka secara tidak langsung membantu penyebaran tanaman yang lebih luas, memastikan agar hutan tetap subur dan berkembang dengan baik. Hutan tropis Indonesia yang kita kenal kaya akan keanekaragaman hayati sangat bergantung pada keberadaan makhluk-makhluk seperti burung kakak tua.
Namun, dengan hilangnya habitat mereka karena deforestasi, fungsi ekologis yang mereka jalani semakin terancam. Jika kita tidak melakukan upaya pelestarian, bisa dibayangkan bagaimana dampaknya bagi keseimbangan ekosistem di seluruh wilayah tersebut.
Kesimpulan
Burung kakak tua bukan sekadar hewan eksotis. Mereka bagian penting dari alam kita — indah, cerdas, dan unik. Tapi mereka juga sedang di ujung tanduk karena ulah manusia.
Saya percaya, lewat konservasi yang jujur, habitat yang dijaga, dan keterlibatan kita semua, masa depan mereka bisa diselamatkan.
Karena kalau bukan kita yang jaga, siapa lagi?
Baca juga artikel menarik lainnya tentang Beauceron Perancis: Anjing Gembala Pintar dan Serba Bisa yang Mengagumkan disini